BANGUNAN KUNO DI SURABAYA

1 comment
Sejarah Indonesia memang tak bisa dilepaskan dari Belanda, negara yang menjajah Indonesia selama lebih dari 3 abad ini, telah banyak mempengaruhi wajah Nusantara. Dalam kurun waktu tersebut, Belanda telah menguasai berbagai wilayah Indonesia, khususnya daerah-daerah pelabuhan sebagai basis ekonomi rakyat, seperti pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta dan Surabaya. Jalan-jalan keluar kota lebih menyenangkan dengan AllNew Calya.

Gedung Balai kota Surabaya
Bangunan yang pertama disoroti jika mengunjungi Surabaya adalah Gedung Balai Kota Surabaya, tempat di mana walikota dan jajaran pemerintah kota Surabaya menjalankan roda pemerintahan. Tahukah Anda bahwa gedung yang saat ini menjadi kantor dari Walikota Surabaya ibu Tri Rismaharini ini, sebenarnya adalah bangunan bersejarah yang dibangun oleh Belanda?
Sebagai kawasan pelabuhan, Surabaya memang cocok dijadikan sebagai pusat pemerintahan. Maka ditetapkanlah Surabaya sebagai salah satu kota administratif tempat di mana walikota pertama, yaitu A. Meyroos yang bertugas sampai tahun 1921. Gedung balai kota tersebut hingga saat ini memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai kantor walikota mulai dari zaman Belanda hingga saat ini.



Hotel Majapahit
Inilah saksi sejarah perkembangan kota Surabaya yang sangat terkenal dengan peristiwa perobekan bendera pada 19 September 1945. Pada saat itu Mr. Pluegman memimpin beberapa orang Belanda untuk mengibarkan bendera Belanda, merah putih biru. Pejuang Indonesia tak tinggal diam dengan hal ini, mereka merobek bagian bendera yang berwarna biru sehingga yang ada di atas tiang bendera hanya merah putih saja.
Kejadian ini juga berujung tewasnya Mr. Pluegman dan antek-antek Belandanya. Secara keseluruhan bentuk asli dari bangunan ini tidak berubah hingga sekarang. Hotel ini beberapa kali mengalami pergantian nama diantaranya LMS, Hotel Oranje, kemudian Hotel Yamato dan juga Hotel Hoteru, hingga akhirnya sekarang kita mengenalnya dengan Hotel Majapahit.


Gedung Polwiltabes Surabaya
Gedung berikutnya yang masih memiliki fungsi yang sama adalah markas Polwiltabes Surabaya. Bangunannya masih asli bergaya Belanda dan masih berdiri kokoh hingga saat ini. Gedung yang terletak di Jalan Taman Sikatan ini dibangun tahun 1850 yang dikhususkan sebagai markas Polisi Belanda.
Nama gedung ini dulunya adalah Hoofdbureau Van politie atau masyarakat lebih mengenalnya dengan nama Hobiro. Pada masa penjajahan Jepang, gedung ini juga berfungsi sebagai tempat Polisi Istimewa Kota Surabaya. Sedangkan setelah kemerdekaan Indonesia Gedung hobiro dijadikan sebagai markas Polwiltabes Surabaya hingga sekarang.


Gedung Bank Mandiri
Selain gedung peninggalan Belanda yang fungsinya tidak berubah ada juga gedung yang telah beralih fungsi, misalnya saja gedung pada masa Belanda dikenal dengan nama Lindeteves Stokvis, milik sebuah perusahaan dagang Belanda. Saat ini bangunan ini telah beralih fungsi menjadi Bank Mandiri, tapi walaupun begitu pihak Bank Mandiri sendiri tidak melakukan perubahan terhadap bentuk asli gedung ini.
Dirancang oleh biro arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuypers pada tahun 1911. Mereka bertiga adalah orang Belanda yang sebelumnya berasal dari Batavia. Saat Jepang menguasai Indonesia, gedung ini juga tak luput dari penguasaan Jepang yang membuat tempat ini beralih fungsi menjadi gudang peralatan perang dan kendaraan tempur milik Jepang.


Gedung Negara Grahadi
Salah satu bangunan tua yang menjadi ikon kota Surabaya adalah gedung Grahadi, dibangun tahun 1795 atas prakarsa dari Residan Dirk Van Hogendorps, penguasa kota Surabaya saat itu. Bangunan ini mengalami beberapa perubahan sejak awal dibangun hingga kemerdekaan Indonesia. 
Awalnya gedung Grahadi menghadap ke arah kali mas yang dulunya sangat jernih dan indah, sangat berbeda dengan keadaanya saat ini yang dipenuhi sampah. Tapi pada tahun 1802 hingga sekarang, gedung ini diubah menghadap ke arah selatan, banyak sekali kejadian bersejarah yang terjadi ditempat yang sekarang dijadikan rumah dinas Gubernur Jawa Timur Ini.
Mulai dari terjadinya perundingan antara Presiden Sukarno dengan Jenderal Hawtorn mengenai perdamaian antara pejuang dan sekutu, hingga ditempat ini pula Gubernur Soerjo memutuskan untuk menolak ultimatum menyerah tanpa syarat.

Masih banyak gedung-gedung peninggalan Belanda lainnya yang masih berdiri kokoh dan selamat dari pembangunan Kota Surabaya. Terkadang pembangunan harus mengorbankan bangunan-bangunan tua yang memiliki nilai sejarah. Maka sebaiknya masyarakat lebih menyadari bahwa keberadaan tempat ini juga sangat penting, selain mencerminkan sejarah bangsa Indonesia, juga bisa dijadikan sebagai motivasi untuk selalu mengingat perjuangan para pahlawan.


Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

1 komentar